LAMPUNG1.COM, Mesuji – Pendekatan melalui budaya di harapkan dapat menangani masalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat Mesuji.
Demikian benang merah dari Diskusi Publik Identifikasi dan Penanganan Konflik Sosial di Mesuji yang ditaja Gerakan Pemuda Mesuji (GPM) di Balai Desa Wirabangun, Kabupaten Mesuji,.
Diskusi yang di moderatori Suwondo Alex itu menghadirkan Danramil 01426 Mayor (ARM) I Ketut Subangga, Kasat Binmas Poltesta Mesuji Iptu Dwi Cahyono, sastrawan Isbedy Stiawan ZS, dan Eko dari GPM.
Penanganan konflik melalui pendekatan budaya, menurut Isbedy, bisa di jadikan altermatif bagi penyelesaian konflik sosial.
Ia menyebut penyelesaian konflik di Papua atau pun Poso di lakulan melalui budaya. Dengan pendekatan budaya, berarti menghargai identitas yang beragam. “Kita dapat memanusiakan manusia. Itu yang terpenting,” katanya
Sayang nya, terus pengampu Lamban Sastra Isbedy itu, selama ini menyelesaikan konflik dengan cara keluatan dan kekuasaan.
“Akibatnya bukan malah reda, namun semakin membesar,” ujar dia.(02/04/17)
Selain itu perlu di hidupkan festival senibudaya secara rutin dan di laksanakan secara sungguh-sungguh.
Sementara Dwi Cahyono menawarkan suatu daerah perlu adanya ikon. Hal itu sebagai penanda atau identitas.
Dia mencontoh kabupaten tetangga, Tulang Bawang Barat, yang sudah memiliki ikon: Komplek Dunia Akhirat. “Tubaba juga sukses menggelar Selamatan Budaya. Padahal usianya sama dengam Mesuji,” ujar Dwi Cahyono.
I Ketut Suwangga menilai konflik sosial terjadi karena masyarakat tidak memiliki pekerjaan. Entah karena malas atau peluang kerja yang sempit.
Oleh sebab itu, ia berharap melalui GPM dapat menciptakan peluang pekerjaan. “Terpenting adalah kerja, kerja. “Orang yang tak bekerja cenderung berpikir negatif,” jelas Ketut.(Ahmad)
semoga benar benar sesuai yang diharapkan
majuu terus sastrawan Lampung untuk Lampung bersatu
maju trus buat kab. mesuji
sukses buat satrawan lampung kita
insya alloh bermanfaat