LAMPUNG1.COM, Jakarta – Jumlah total potensi kebocoran anggaran dari 34 provinsi antara tahun 2015 sampai 2016 di Indonesia mencapai Rp15.083.175.086.687. Adapun 10 provinsi yang paling besar menyumbangkan angka potensi kebocoran anggaran adalah sebagai berikut:
Pertama Provinsi DKI Jakarta. Selain sebagai daerah dengan anggaran paling besar di Indonesia, DKI Jakarta juga merupakan daerah yang paling besar potensi kebocoran anggarannya. Selama kurun waktu dua tahun (2015 sampai dengan 2016), total potensi kebocoran daerah ini adalah sebesar Rp12.429.265.632.192.
Kedua Provinsi Maluku, dengan potensi kebocoran anggaran sebesar Rp821.814.307.032.
Ketiga Jambi dengan angka kebocoran sebesar Rp565.679.670.491.
Keempat Jawa Timur sebesar Rp203.329.462.583, kelima Papua sebesar Rp157.765.423.137, keenam Riau sebesar Rp155.490.259.415, ketujuh Jawa Barat sebesar Rp119.681.779.790, kedelapan Sumatera Selatan sebesar Rp60.592.055.389, kesembilan Sumatera Barat sebesar Rp58.668.059.748, dan kesepuluh adalah Lampung sebasar Rp46.066.501.844.
Sebagaimana disampaikan oleh Sadam Bustamal, Koordinator Advokasi Center for Budget Analysis (CBA), tingginya potensi kebocoran anggaran seperti di atas, menandakan bahwa Pemerintahan Jokowi tidak punya opsi apa pun. Malahan, mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD.
“Sebetulnya yang harus keluar itu, payung hukum untuk memperkuat agar DPRD intens melakukan pengawasan terhadap eksekutif. Namun, apa dikata, yang muncul malah PP nomor 18 tahun 2017. PP tersebut tidak lain hanyalah dalih Pemerintah Jokowi untuk menaikkan pendapatan anggota DPRD secara halus, agar tidak diketahui publik,” tutur Sadam Bustamal dalam rilis yang dikirim pada Redaksi Klikanggaran.com di Jakarta, Senin (10/7/2017).
Kenaikan pendapatan DPRD melalui PP ini, menurut Sadam Bustamal hanya bikin anggota dewan semakin kaya dan makmur. Bisa jadi, Pemerintah Jokowi berharap, dengan ditertibkannya Peraturan Pemerintah, anggota DPRD tidak melakukan korupsi. Lantaran gaji atau pendapatan mereka sudah dinaikkan.
Padahal, lanjutnya, tingginya kebocoran anggaran per provonsi seperti di atas, bukan karena pendapatan DPRD itu kecil. Tetapi, selama ini ada main mata antara legislatif dengan eksekutif. Agar “aman” dalam permainan proyek-proyek APBD.
“Sehingga DPRD yang punya kewenangan dalam mengawasi eksekutif menjadi lumpuh, agar juga mendapat proyek dari APBD. Oleh karena kewenangan pengawasan DPRD lumpuh, maka kebocoran anggaran sebesar Rp 15 triliun tidak bisa dihindari,” tutupnya.(Red)
waduh waduhhhhhhhhhh