OPINI Ruwa Jurai Terkini

Wisata Islam ke Makam Wali Songo dan Kerajaan Demak

Oleh: Andriady Indra
(Bagian-2)

Sampai di Kota Demak hari sudah larut malam. Perjalanan dari Cirebon ke Demak, melewati beberapa kota, antara lain: Tegal, Brebes, Pekalongan, dan Semarang.

Ketika melewati Kota Pekalongan, kami menemukan sebuah masjid besar yang sangat indah, namanya Masjid Al-Fairuz. Kami salat Isya sekalian menjamakkan shalat Maghrib di masjid ini.

Ada hal menarik yang kami lihat di masjid ini. Di dalamnya terdapat lemari yang menyimpan beberapa Al-Qur’an dari berbagai penerbit dan berbagai ukuran. Penyimpanannya sangat rapi.

Kami menemukan Al-Qur’an yang ukurannya sangat kecil. Bahkan lebih kecil dari kotak korek api. Walau ukurannya sangat kecil, Qur’an tersebut masih dapat dibaca. Al Qur’an tersebut dalam posisi terbuka. Aku lalu membaca halaman yang terbuka tersebut.

“Luar biasa Al-Qur’an kecil ini. Ukuran boleh kecil, tapi ayat-ayatnya masih dapat dibaca dengan jelas,” kataku kepada anak-anak.

Setelah selesai shalat di masjid Al-Fairuz, kami melanjutkan perjalan ke kota Demak. Sesampainya di sana, aku langsung mencari penginapan. Akhirnya kami mendapatkannya. Kami mendapatkan penginapan dengan bantuan Garmin GPS.

Sebelum sarapan, aku dan Ihsan sempat bermain badminton selama kurang lebih 30 menit. Kebetulan ditempat kami menginap ini, terdapat areal yang bisa dipakai untuk bermain badminton. Setelah selesai sarapan, aku mengajak keluargaku mengunjungi Masjid Agung Kerajaan Demak.

Sabtu, 26 Desember 2009, pagi hari. Kami berangkat dari penginapan menuju ke Masjid Agung Demak. Di sekitar area masjid ini terdapat beberapa makam raja-raja Demak, antara lain: makam Kesultanan Bintoro Demak, makam Raden Fattah (Raja Demak pertama- 1478M s.d. 1518M), Raden Patiunus (1518M s.d. 1521M) dan makam Sultan Trenggono (1521M s.d. 1546M).

BACA JUGA:  Dandim 0422 Lampung Barat Bersama Camat Bandar Negeri Suoh Tinjau Pembangunan Jembatan TMMD 106

Selain itu di area pemakaman ini terdapat juga museum tentang sejarah kerajaan Demak, di antaranya: potongan soko guru yang asli (berupa balok kayu yang diameternya berukuran sangat besar) dan bersejarah sekali. Di museum ini, ada juga bedug yang sudah berumur ratusan tahun, miniatur masjid Agung Demak, kendi-kendi dari cina, dan lain-lain.

Selesai mengunjungi makam raja-raja disamping masjid, kami masuk ke dalam Mesjid Agung Demak. Dalam masjid ini kami melihat ada empat tiang (duplikat soko guru). Tiang tersebut berukuran sangat besar, sama besarnya dengan ukuran soko guru asli yang disimpan di museum Kerajaan Islam Demak. Pada keempat tiang tersebut terpatri nama empat wali, yaitu Sunan Gunung Jati (Cirebon), Sunan Kali Jaga (Kadilangu-Demak), Sunan Bonang (Tuban), dan Sunan Ampel (Surabaya).

Kami menyempatkan diri shalat Tahhiyyatul masjid dan shalat Duha di Masjid Agung Demak.

Saat kami selesai mengunjungi situs Kerajaan Islam Demak, kami melanjutkan perjalanan ke makam Sunan Kalijaga. Di makam ini, banyak sekali orang yang berziarah, sebagaimana halnya yang kami lihat sewaktu mengunjungi Makam Sunan Gunung Jati di Cirebon. Di tempat ini tidak banyak hal yang dapat kami ceritakan.

Kondisi makam Sunan Kalijaga, sama halnya dengan makam pada umumnya. Sayangnya, di sini kami tidak mendapat informasi, dimana tempat dakwah atau tempat memberi wejangan kepada pengikut Sunan Kalijaga.

Kami menemukan banyak makam di sekitar pemakaman Sunan Kalijaga, sama halnya dengan pemakaman sunan-sunan yang lain. Bedanya, kami melihat banyak toko-toko berukuran kecil berada di luar pekarangan yang bersebelahan dengan area pemakaman Sunan Kalijaga. Kondisi ini tidak kami temukan ketika mengunjungi makam Sunan Gunung Jati di Cirebon. Kesan yang kami dapatkan, makam Sunan Kalijaga berada ditengah-tengah pasar atau tempat keramaian. Berbeda dengan sunan wali songo lainnya. Mereka berada ditengah-tengah pemukiman penduduk.

BACA JUGA:  Mama Muda Ditangkap, Polisi Kembali Gulung Kurir Sabu Di Wayratai

Usai mengunjungi makam Sunan Kalijaga, kami menuju kota Kudus untuk berziarah ke sunan wali songo lainnya. Kami berangkat dari Demak sejak pagi, menjelang siang. Kami berangkat sekitar jam setengah sebela, sampai di kota Kudus beberapa menit menjelang waktu shalat Zuhur.

Pada saat sampai di kota Kudus, kami menemukan Masjid Agung Kudus. Setelah bertanya pada orang yang kami temui, ternyata makam Sunan Kudus berada di dalam Mesjid Menara Kudus. Dari luar masjid, kami tidak melihat tanda-tanda adanya makam. Oleh karena itu, kami bertanya kepada penduduk lokal yang kami temui disekitar masjid.

Setelah memasuki pekarangan masjid, kami istirahat dulu sejenak. Kami memesan minuman juice buah untuk menghilangkan dahaga. Setelah itu kami menuju makam Sunan Kudus.

Saat kami berada dalam Masjid Menara Kudus, azan shalat Zuhur berkumandang. Aku mengajak keluargaku menunaikan shalat dulu sebelum melihat makam Sunan Kudus. Kami shalat berjamaah di masjid ini, kemudian dilanjutkan dengan jamak dan qasar shalat Asar.

Selesai shalat, kami menuju makam Sunan Kudus yang terdapat persis bersebelahan dengan masjid.

Menurut info yang diperoleh Akbar dari hasil membacanya, konon di Kota Kudus ini mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Lalu Sunan Kudus membuat gerbang masjid berbentuk pura agar keberadaan Sunan Kudus dan pengikutnya diterima penduduk sekitarnya. Jadi itu bukan untuk sembahyang orang Hindu di Kudus. Sunan Kudus membuat pura, hanya untuk menghormati masyarakat yang berada di sekeliling masjid.

BACA JUGA:  FORHATI dan Bawaslu Lampung Gelar Seminar Pemilu Serentak 2019

Konon ceritanya, Sunan Kudus memerintahkan pengikutnya, kalau hari raya Qurban (Idul Adha) disarankan tidak menyembelih sapi, karena menurut orang Hindu sapi itu suci sehingga tidak boleh disembelih. Untuk menghormati kepercayaan penduduk sekitar, mereka menggantinya dengan kerbau, sedangkan menyembelih domba dan kambing tidak mereka permasalahkan.

Sampai sekarang larangan itu masih diikuti oleh sebagian masyarakat di daerah Kudus ini.

Selain di gerbang mesjid, ada pula Pura yang berdiri tegak tak jauh jaraknya dari bangunan masjid Sunan Kudus. Di puncak bangunan Pura tersebut terdapat bedug dan tempat azan dikumadangkan. Kami tidak lama berada di masjid Sunan Kudus.

Setelah selesai ziarah ke makam Sunan Kudus, sekitar pukul 14:00 WIB, kami melanjutkan ziarah ke makam Sunan Muria yang terletak di atas bukit (dikenal dengan nama Gunung Muria).

Untuk mencapai puncak bukit (lokasi makam Sunan Muria), kami dihadapkan pada dua pilihan, yaitu: menaiki motor (ojek) atau berjalan kaki melewati tangga yang sangat tinggi (anak tangganya banyak sekali).

“Tidak mungkin mobil kita bisa lebih mendekat lokasi makam Sunan Muria karena jalannya sangat sempit,” kataku pada anak-anak.

Akhirnya kami memilih naik ojek untuk menuju makam.

“Aku tidak mau pake tangga, tinggi banget, capek,” kata Akbar.

Saat sampai di kaki bukit, kondisi hujan besar. Terpaksa kami tunda dulu ke makam sambil menunggu hingga hujan reda.

***

(Bersambung ke bagian-3)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *